PENGHITUNGAN PPh BAGI WP OP YANG MENGGUNAKAN NORMA

PENGHITUNGAN PPh BAGI WP OP YANG MENGGUNAKAN NORMA

Penghitungan PPh bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (OP) yang memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu : (1) menggunakan norma penghitungan, (2) melalui pembukuan. Wajib Pajak OP yang diperkenankan menggunakan norma penghasilan neto adalah WP yang memiliki omset atau peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp 4.800.000.000.
Yang dimaksud dengan menjalankan kegiatan usaha disini adalah Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang usaha di berbagai bidang antara lain pertanian, industri, perdagangan, atau lainnya. Sedangkan pekerjaan bebas umumnya terkait dengan keahlian atau profesi yang dijalankan sendiri oleh tenaga ahli yang bersangkutan anatara lain : pengacara, akuntan, konsultan, notaris, atau dokter. Maksudnya, mereka  yang membuka praktek sendiri dengan nama sendiri. Jika mereka hanya bekerja atau berstatus karyawan, misalnya seorang akuntan bekerja di Kantor Akuntan Publik, maka mereka tidak termasuk WPOP yang menjalankan pekerjaan bebas. Bagi WPOP yang tidak memilih untuk menyeleggarakan pembukuan, tetapi melakukan pencatatan penghasilan neto atau pekerjaan bebasnya dihitung dengan menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto. Untuk kepentingan itu, WPOP yang bersangkutan wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto kepada Direktur Jenderall Pajak paling lama tiga bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
Pemberitahuan yang disampaikan dalam jangka waktu tersebut dianggap disetujui, kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata WPOP tersebut tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Netto. Jika WPOP tidak melakukan pemberitahuan, maka dia dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan. Dalam hal WPOP memilih menyelenggarakan pembukuan, maka penghasilan netonya tidak lagi dihitung menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, melainkan berdasarkan  pembukuan. Ketentuan ini juga berlaku terhadap WPOP yang tidak memberitahukan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto kepada Direktur Jenderal Pajak sehingga dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Bagi sebagian orang pribadi yang memiliki usaha kewajiban membuat pembukuan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan selain karena kurangnya pengetahuan Wajib Pajak mengenai akuntansi juga kurang efisien jika harus mempekerjakan karyawan hanya untuk membuat pembukuan. Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak orang pribadi boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sehingga tidak perlu membuat pembukuan tetapi cukup hanya membuat pencatatan.
Aturan pelaksanaan mengenai Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-536/PJ./2000 tanggal 29 desember 2000.
Penghasilan netto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka presentase Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengna peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam satu tahun. Dalam menghitung besarnya PPh yang terutang oleh WPOP, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan netto.
Bagi WPOP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, penghitungan dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokkan wilayah. Penghasilan netto mereka ini merupakan penjumlahan penghasilan netto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas.
 Bentuk Dan Tata Cara Pencatatan
Bentuk dan tata cara pencatatan, seperti ditetapkan dalam Pasal 28 ayat (12) UU KUP diatur dengan Keputusan Dirjen pajak, yang sekarang berlaku adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-4/PJ/2009. Pada prinsipnya pencatatan harus mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Pencatatan harus dibuat secara lengkap dan benar, serta didukung dengan dokumen yang dijadikan dasar penghitungan peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final. Pencatatan dalam suatu tahun pajak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.
Pencatatan harus dapat menggambarkan sejumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto, serta penghasilan yang bukan objek pajak dan atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final, sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. Bagi WPOP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas jumlah peredaran atau penerimaan bruto dari masing-masing jenis usaha dan atau tempat usaha yang bersangkutan.
WPOP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang boleh menghitung penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan penghasilan Netto harus mencatat peredaran atau penerimaan bruto, penghasilan yang bukan objek pajak, dan penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Sedangkan WPOP yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas harus mencatat penghasilan bruto dan penghasilan yang bukan objek pajak dan atau penghasilan yang dikenakan pajak yang bersifat final.
Pencatatan yang dilakukan akan menjadi dasar penyusunan SPT Tahunan PPh, hal mana WPOP harus mencantumkan jumlah peredaran usaha atau penerimaan bruto setiap bulan selama setahun. Dalam hal WPOP menerima penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, yang sudah dipotong PPh-nya oleh pemberi kerja, menyimpan formulir 1721-A1 sudah dianggap melakukan pencatatan, kemudian untuk SPT tahunan PPh-nya wajib dilampirkan fotokopi formulir 1721-A1 tersebut.
Sanksi bagi WPOP yang tidak membuat pencatatan atau tidak sepenuhnya membuat pencatatan, atau tidak menyimpan bukti pencatatan, atau tidak menyimpan bukti pencatatan dipersamakan dengan sanksi bagi pengusaha yang wajib menyelenggarakan pembukuan-termasuk WPOP yang dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan karena tidak melakukan pemberitahuan kepada Dirjen Pajak-tetapi tidak menyelenggarakan pembukuan dengan baik.
Penghasilan netto bagi WP yang melanggar ketentuan pencatatan atau pembukuan dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan penghasilan Netto ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen)dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Seperti disinggung sebelumnya bagi WPOP yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan maupun melakukan pencatatan. Merujuk pada keputusan Menteri Keuangan No. 535/KMK.04/2000, WPOP yang tidak wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh adalah mereka yang penghasilan nettonya tidak melebihi PTKP. Jadi yang tidak wajib pembukuan maupun pencatatan adalah WPOP yang tidak wajib NPWP.
Orang Pribadi yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  1. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto sebesar Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) atau lebih dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pembukuan.
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto di bawah Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan Pembukuan.
  3. Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada butir (2) yang tidak memilih untuk menyelenggarakan pembukuan, menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Sesuai dengan UU PPh yang baru yaitu UU Nomor 36 tahun 2008 maka  sejak 1 Januari 2009 batasan Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang boleh menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan berubah dengan peredaran bruto di bawah Rp. 1.800.000.000,00 menjadi Rp 4.800.000.000.
 Kewajiban Bagi Penggunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
  1. Wajib Pajak yang menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan.
  2. Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
  3. Wajib Pajak yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan diatas dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan.
Wajib Pajak yang menyelenggarakan Pembukuan
  1. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan  yang ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyeIenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
  2. Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Besarnya Norma penghitungan Penghasilan Neto
  1. Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut wilayah sebagai berikut :
    1. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
    2. ibukota propinsi lainnya;
    3. daerah lainnya.
  2. Daftar Persentase Penghasilan Neto adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-536/PJ./2000 tangal 29 Desember 2000.

    Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas
    1. Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha dengan memperhatikan pengelompokan wilayah.
    2. Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas.
Menghitung Penghasilan Neto
  1. Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) tahun.
  2. Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak orang pribadi, sebelum dilakukan penerapan tarif umum terlebih dahulu dihitung Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari penghasilan neto.
Sesuai dengan UU PPh yang baru tarif  PPh dan Penghasilan Tidak Kena Pajak telah berubah. TARIF dan PTKP sesuai UU PPh terbaru adalah sebagai berikut
  1. Tarif WP Orang Pribadi
Besarnya tarif PPh Orang Pribadi sesuai UU PPh terbaru yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2009 adalah sebagai berikut :
No.
Lapisan Penghasilan
Tarif
1.
S.d. Rp 50.000.000,-
5%
2.
Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000
15%
3.
Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp 500.000.000,-
25%
4.
Di atas Rp500.000.000,-
30%
  1. Tarif PPh WP Badan
Besarnya tarif PPh Badan sesuai UU PPh terbaru yang berlaku 1 Januari 2009 adalah sebagai berikut
·        Tarif tunggal 30%
·        Diturunkan menjadi 28% pada tahun 2009, dan menjadi 25% pada tahun 2010.
·        Untuk WP Badan Masuk Bursa diberikan tarif 5% lebih rendah dari tarif yang berlaku.
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya PTKP UU PPh terbaru yang berlaku 1 Januari 2009 adalah sebagai berikut :

Sebelumnya (2008)
Mulai 2009
WP
13.200.000,-
15.840.000,-
WP Kawin
1.200.000,-
1.320.000,-
Isteri Bekerja
13.200.000,-
15.840.000,-
Tanggunan
1.200.000,-
1.320.000,-
CONTOH PEMAKAIAN NORMA (DISESUAIKAN DENGAN UU PPh TERBARU)

Contoh 1:

Wajib Pajak A kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta yang juga memiliki industri rotan di Cirebon.

Peredaran Usaha dari Industri Rotan (setahun) di Cirebon
Rp. 400.000.000,00
Penerimaan bruto sebagai dokter (setahun) di Jakarta
Rp. 72.000.000,00
Penghasilan neto dihitung sebagai berikut :
Dari industri rotan : 12,5% X Rp. 40.000.000,00
Rp. 50.000.000,00
Sebagai dokter : 45% X Rp. 72.000.000,00
Rp. 32.400.000,00
jumlah penghasilan Neto
Rp. 82.400.000,00
Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak

Rp. 82.400.000,00 – Rp. 21.120.000,00 = Rp. 61.280.000,00

Pajak penghasilan yang terutang :
5% X Rp. 50.000.000,00 Rp. 1.250.000,00
15% X Rp. 11.280.000,00 Rp. 1.692.000,00
Jumlah Rp. 4.192.000,00
Catatan :
a. Angka 12,5% untuk industri rotan, lihat kode 33100
b. Angka 45% sebagai dokter, lihat kode 93213
c. Istri tidak punya penghasilan.
Contoh 2:
Seorang Wajib Pajak baru memiliki usaha sebagai pedagang eceran bahan makanan di Jakarta. Penjualan dalam satu bulan diperkirakan sebesar Rp. 50.000.000,00 Ia kawin dan mempunyai 2 (dua) orang anak.
Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar sebagai angsuran dalam tahun berjalan dihitung sebagai berikut :
Jumlah peredaran setahun
= 12 X Rp. 50.000.000,00 Rp.
600.000.000,00
Persentase penghasilan menurut norma Kode 62320 = 25%
Penghasilan neto setahun = 25% X Rp. 600.000.000,00 Rp.
150.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak = penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak
= Rp. 150.000.000,00 – Rp. 19.800.000,00 Rp.
130.200.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang
= (5% X Rp 50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00) +

(15% x Rp 80.200.000,00 = Rp 12.030.000,00)

pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayar Rp.
14.530.000,00
= 1/12 X Rp. 14.530.000,00 Rp.
1.210.833,00

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s