Pada Prinsipnya Bisnis Retail terbagi dalam beberapa bagian antara lain (menurut Peraturan Presiden No.112 tahun 2007) :
- Pedagang Eceran Tradisional /Tradisional Market (Toko Kelontong,Warung,Pasar tradisional/bedak)
- Pedagang Eceran Modern / Modern Market terdiri dari :
- Discount stores, adalah toko pengecer yang menjual berbagai macam barang dengan harga yang murah dan memberikan pelayanan yang minimum
- Speciality stores, merupakan toko eceran yang menjual barang – barang jenis lini produk tertentu saja yang bersifat spesifik.
- Departemen stores, adalah suatu toko eceran berskala besar yang pengelolaannya dipisah dan dibagi menjadi bagian departemen – departemen yang menjual macam barang yang berbeda – beda.
- Convenience stores, adalah toko pengecer yang menjual jenis item produk yang terbatas, bertempat ditempat yang nyaman dan jam buka yang panjang.
- Catalog stores, merupakan suatu jenis toko yang banyak memberikan informasi produk melalui media katalog yang dibagikan kepada para konsumen potensial.
- Chain stores, adalah toko pengecer yang memiliki lebih dari satu gerai dan dimiliki oleh perusahaan yang sama.
- Supermarket, adalah toko eceran yang menjual berbagai macam produk makanan dan juga sejumlah kecil produk non-makanan dengan sistem konsumen melayani dirinya sendiri (swalayan).
- Hypermarkets, adalah toko eceran yang menjual jenis barang dalam jumlah yang sangat besar atau lebih dari 50.000 item dan mencakup banyak jenis produk. Hypermarket merupakan gabungan antara retailer toko diskon dengan hypermarket.
- Minimarket, merupakan adalah semacam toko kelontong yang menjual segala macam barang dan makanan, namun tidak sebesar dan selengkap supermarket. Minimarket menerapkan sistem swalayan
- Pedagang Menengah
- Pedagang Besar
Batasan Luas Lantai Penjualan Toko Modern :
- Minimarket – 500 m2
- Department Stores > 4.000 m2
- Perkulakan > 5.000 m2
Pesatnya bisnis retail membuat Pengusaha berlomba lomba memasok barang ke Modern Market. Mereka tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI),mereka mengunakan System Konsinyasi.
Konsinyasi adalah metode pemasaran dimana pemilik barang (Consignor) menitipkan barang dagangannya kepada pemilik toko/outlet/lapak ( Consignee) yang bertindak selaku agen Pemasar.
Para Pengusaha Ritel dalam hal ini Consignee biasanya membebankan berbagai biaya kepada pemasok (Consignor) yang di kenal dengan istilah Listing Fee,Opening Fee,Fix Rebate,Promotion Fee,Penalty serta Minus Margin.
Listing Fee adalah biaya yang dibayarkan oleh distributor/principle saat akan mendaftarkan/mendapatkan nomor SKU/PLU produk baru di Modern Trade sebagai syarat utama supaya produk kita bisa transaksi di toko tersebut.(S-47/PJ.42/2006)
Item dari Listing Fee terdiri dari Mailer,Leafleat,Crosdocking,Dukungan Promosi,Service Level,Sewa Rak,Sewa Gondola,Info Produk (Dipotong PPH 23,Jasa Manajemen Pemasaran ) S-137/PJ.43/2006
Terdapat 2 Jenis Discount yang biasa di berikan kepada Customers :
- Trade Discount/Rebate (Potongan Dagang/Rabat) adalah potongan berupa penurunan harga yang langsung di berikan kepada customer pada saat pemesanan (pembelian) dilakukan tanpa melihat faktor (Kondisi) lain.Rebate ada 2 macam yaitu :
- Fix rebate adalah potongan harga dari pemasok ke toko modern tanpa dikaitkan dengan target penjualan (Margin Counter) (S-976/PJ.52/2005)
- Conditional rebate adalah potongan harga yang diberikan oleh pemasok terkait dengan target penjualan, sejalan dengan pengertian tersebut maka volume discount termasuk dalam pengertian conditional rebate, karena volume discount merupakan discount yang diberikan kepada para pelanggan apabila pelanggan telah mencapai volume target secara berkala. (S-976/PJ.52/2005)
- Sales Discount/Cash Discount (Potongan Penjualan) adalah potongan yang diberikan pada saat realisasi pembayaran terjadi biasanya atas transaksi penjualan kredit dimana perusahaan memberikan potongan jika pembayaran dibayar tepat waktu,itulah sebabnya sales discount sering disebut dengan istilah “Cash Discount”
Dilihat dari Aspek Akuntansi ,Persoalan Konsinyasi tidak hanya pengakuan penjualan saja,melainkan ada 5 persoalan secara keseluruhan yaitu :
- Pengakuan Pendapatan (Revenue)
- Pengakuan Persediaan (Inventory)
- Harga Pokok Penjualan ( Cost of Goods Sold )
- Pengakuan Komisi Penjualan ( Sales Comission )
- Pajak (Tax)
Pengakuan Pendapatan dari hasil konsinyasi
Pengakuan penjualan bukan diakui pada saat barang dikirimkan ke toko,melainkan pada saat toko (dimana barang di konsinyasikan/dititipkan) berhasil menjual barang yang dikonsinyasikan.mengapa ? karena salah satu syarat pengakuan penjualan adalah : Perpindahan Resiko.Dalam hal ini resiko yang melekat pada barang persediaan (misal : rusak / hilang ) baru berpindah ke pihak lain,setelah penjualan terjadi.
Contoh :
Tanggal 10 Januari 2013 PT.A mengirimkan 50 pcs T-Shirt ke Toko Cemerlang dengan harga @Rp.95.000,-.HPP dari 50 T-Shirt itu adalah @Rp.50.000,- Biaya kirim T-Shirt itu adalah Rp.250.000,- Pada tanggal 15 Januari 2013 Toko Cemerlang berhasil menjual 20 pcs T-Shirt yang PT.A titipkan.Margin Counter (Sales Commision) adalah 20%,Credit Card Processing Fee 2% di tanggung oleh PT.A.Pada Tanggal 20 Januari 2013 Toko Cemerlang adanya 3 pcs T-Shirt yang hilang.
Jurnal Akuntansi pada saat pengiriman barang ke Toko/Store :
(Dr) Persediaan di Konsinyasikan Rp.50.000 x 50 pcs = 2.500.000
(Cr) Persediaan Barang Jadi Rp.50.000 x 50 pcs = 2.500.000
Jurnal Akuntansi atas biaya kirim T-Shirt tersebut
(Dr) Persediaan di Konsinyasikan – Ongkos Kirim Rp.250.000,-
(Cr) Kas Rp.250.000,-
Jika pada kasus penjualan umum (cash atau kredit) ongkos kirim bisa dibebankan langsung,pada Konsinyasi tidak bisa (karena pengiriman dari gudang ke toko konsinyasi dianggap hanya perpindahan lokasi barang,bukan penjualan) Ongkos Kirim tersebut diakui sebagai bagian dari persediaan di konsinyasikan,hanya saja ditambahi keterangan ongkos kirim sehingga nama akunnya menjadi “Persediaan di konsinyasikan – Ongkos Kirim”
Jurnal Akuntansi pada saat barang laku di jual oleh Toko Cemerlang
(Dr) Piutang Toko Cemerlang = Rp. ((20 x 95.000)-(20 x 95.000 x 20%)-(20 x 95.000 x 2%))
(Dr) Biaya Komisi Penjualan = Rp. (20 x 95.000 x 20%)
(Dr) HPP – Credit Card Processing = Rp. (20 x 95.000 x 2%)
(Dr) HPP – T-Shirt = Rp. (20 x 50.000)
(Cr) Persediaan Barang di Konsinyasikan = Rp. (20 x 50.000)
(Cr) Penjualan = Rp. (20 x 95.000)
Jurnal Pencatatan mengunakan metode Perpetual
Jurnal Akuntansi pada saat barang hilang
(Dr) Rugi – Persediaan Hilang Rp. 3 x 50.000,-
(Cr) Persediaan di Konsinyasikan Rp. 3 x 50.000,-
Perlakuan PPN Atas Barang Konsinyasi
Dalam UU No.18 Tahun 2000 Tentang PPN & PPnBM Pasal 1A ayat (1), Termasuk dalam pengertian penyerahan BKP adalah :
- Penyerahan Hak atas BKP karena suatu perjanjian, mis : Jual Beli,Tukar Menukar,Jual Beli dengan Angsuran.
- Pengalihan BKP oleh karena suatu perjanjian Sewa Beli atau Perjanjian Leasing dengan Hak Opsi
- Penyerahan BKP Kepada Pedagang Perantara (Komisioner),atau melalui Juru Lelang
- Pemakaian Sendiri & Pemberian Cuma-Cuma atas BKP,Seperti Pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
- Persediaan BKP & Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas perolehan Aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan.
- Penyerahan BKP dari Pusat ke Cabang atua sebaliknya & Penyerahan BKP antar Cabang.
- 7. PENYERAHAN BKP SECARA KONSINYASI
Kapan saat terutangnya PPN,Utang PPN diakui pada saat salah satu transaksi dibawah ini terjadi (tergantung mana yang lebih dahulu):
- · Kas di terima;atau
- · Barang Dagangan diserahkan;
Dalam hal konsinyasi PPN dianggap telah terutang pada saat barang dagangan sudah dikirimkan ke toko tempat barang di konsinyasikan.hal ini ditegaskan dalam SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK No.S-1046/PJ322/2005 tanggal 9 Desember 2005
Itulah perbedaan antara Akuntansi dengan Pajak dalam pengakuan penjualan,di Akuntansi Penjualan baru di akui pada saat barang telah benar benar ke jual sedangkan di pajak penjualan di akui pada saat barang di kirimkan atau diterima oleh pihak ketiga.
Perusahaan biasanya berusaha mencari jalan agar tidak membayar PPN sebelum benar-benar laku terjual sehingga sering berkonflik dengan Fiscus (Pemeriksa dari DJP),ketika terjadi pemeriksaan.Biasanya cara yang dilakukan selama ini adalah dengan tidak mengeluarkan surat jalan (Otomatis juga tidak mengakui pengiriman) pada saat barang dikirimkan ke Toko Konsinyasi,
Surat Jalan baru dibuat pada saat Toko Konsinyasi memberitahukan adanya penjualan,sekaligus invoice dan faktur pajak diterbitkan.
Namun cara ini pun belum Aman dikarenakan Pemeriksa Pajak bisa saja melakukan Pemeriksaan Fisik Persediaan Anda.Pasti Bakal ketahuan kalau ada barang yang terdapat dalam buku stok tidak ada Fisiknya.
Untuk meminimalkan resiko jika barang yang anda konsinyasikan memiliki nilai cukup tinggi ada baiknya membuat kesepakatan dan perjanjian titip barang (Bukan Konsinyasi) dengan pihak toko (Consignee),dalam perjanjian atau (MOU) tertulis,kalau perlu disaksikan oleh notaries.
Dalam perjanjian penitipan barang,sertakan klausul bahwa :
a) Sampai barang laku/terjual,pemilik barang adalah anda – sehingga segala resiko yang melekat pada barang (hilang/rusak) adalah tanggung jawab anda;
b) Pekerjaan Display barang dan perawatan sehari harinya adalah tanggung jawab anda;
c) Peralatan Display anda yang sediakan;
d) Pegawai Counter/yang melayani pembeli adalah pegawai anda.
Penuhi isi kesepakatan seperti yang tertuang dalam perjanjian.kemudian lakukan hal seperti yang biasa dilakukan (jangan menerbitkan surat jalan,tidak mengakui pengiriman barang) sampai toko berhasil menjual barang anda.Jika suatu saat Fiskus memeriksa anda tinggal bilang bahwa barang ada di display (Toko) jika di perlukan anda bisa menunjukannya.Dengan perjanjian tersebut maka SAH adanya bahwa pengiriman barang ke toko adalah bukan penjualan.